Pengertian Budaya Akademik Islam

Budaya adalah suatu cara hidup yang berkembang, dan dimiliki bersama oleh sebuah kelompok orang, dan diwariskan dari generasi ke generasi. Budaya terbentuk dari banyak unsur yang rumit, termasuk sistem agama dan politik, adat istiadat, bahasa, perkakas, pakaian, bangunan, dan karya seni.
Akademik adalah kemampuan yang dapat diukur secara pasti karena ilmu pengetahuan bersifat pasti dan dapat diuji kebenarannya. Ukurannya bisa berupa nilai ataupun yang sering kali disebut prestasi akademik.
Islam adalah agama yang diturunkan Allah SWT kepada Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wasallam sebagai nabi dan rasul terakhir untuk menjadi pedoman hidup seluruh manusia hingga akhir zaman.

Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa budaya akademik islam adalah kebiasaan hidup atau tradisi sesuai ajaran Islam yang berkembang dan berkelanjutan sehingga mewujudkan kemampuan yang dapat diukur secara pasti. Artinya dimiliki oleh setiap orang yang melibatkan dirinya dalam aktivitas akademik yang mengandung unsur Islam. Untuk mewujudkan budaya akademik Islam diperlukan sosialisasi berkelanjutan sehingga setiap individu dilingkungan lembaga pendidikan terbiasa melakukan norma-norma kegiatan akademik Islami yang dengan sendirinya menjadi tradisi dan budaya

Etos Kerja dalam Islam
Etos Kerja Muslim didefenisikan sebagai sikap kepribadian yang melahirkan keyakinan yang sangat mendalam bahwa bekerja itu bukan saja untuk memuliakan dirinya, menampakkan kemanusiaannya, melainkan juga sebagai suatu manifestasi dari amal sholeh. Sehingga bekerja yang didasarkan pada prinsip-prinsip iman bukan saja menunjukkan fitrah seorang muslim, melainkan sekaligus meninggikan martabat dirinya sebagai hamba Allah yang didera kerinduan untuk menjadikan dirinya sebagai sosok yang dapat dipercaya, menampilkan dirinya sebagai manusia yang amanah, menunjukkan sikap pengabdian sebagaimana firman Allah,

ÙˆَÙ…َا Ø®َÙ„َÙ‚ۡتُ ٱلۡجِÙ†َّ ÙˆَٱلۡØ¥ِنسَ Ø¥ِÙ„َّا Ù„ِÙŠَعۡبُدُونِ ٥٦

Dan tidak Aku menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku”, (QS. adz-Dzaariyat : 56).

Sikap Terbuka, dan Keadilan dalam Islam
Inti sikap terbuka adalah jujur, dan ini merupakan ajaran akhlak yang penting di dalam Islam. Lawan dari jujur adalah tidak jujur. Bentuk-bentuk tidak jujur antara lain adalah korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN). Sebagai bangsa, kita amat prihatin, di satu sisi, kita (bangsa Indonesia) merupakan pemeluk Islam terbesar di dunia, dan di sisi lain sebagai bangsa amat korup. Dengan demikian terjadi fenomena antiklimak. Mestinya yang haq itu menghancurkan yang bathil, justru dalam tataran praktis seolah-olah yang haq bercampur dengan yang bathil. Tampilan praktisnya, salat ya, korupsi ya. Ini adalah cara beragama yang salah. Cara beragama yang benar harus ada koherensi antara ajaran, keimanan terhadap ajaran, dan pelaksanaan atas ajaran Islam.

Buah dari keterbukaan akan melahirkan sikap adil, makna adil secara leksikal dapat diartikan adil a 1 sama berat; tidak berat sebelah; tidak memihak: keputusan hakim itu --; 2 berpihak kepada yang benar; berpegang pada kebenaran; 3 sepatutnya; tidak sewenang-wenang: para buruh mengemukakan tuntutan yang --; 

Dari masing-masing arti dapat dicontohkan sebagai berikut: (1) Cinta kasih seorang ibu terhadap putra-putrinya tidak berat sebelah. (2) Dalam memutuskan perkara, seorang hakim tidak memihak kepada salah satu yang bersengketa.(3) Di dalam menjalankan tugasnya sebagai hakim, Hamid selalu berpegang kepada kebenaran. (4) Sudah sepatutnya jika akhlaqul-karimah guru diteladani oleh murid.(5) Pemimpin yang baik adalah pemimpin yang tidak berbuat sewenang-wenang terhadap yang dipimpin.

Dari masing-masing contoh ini dapat disimpulkan bahwa sikap adil amat positif secara moral. Karena sifat yang positif, tentu sikap adil didambakan oleh banyak orang. Dalam contoh-contoh di atas, sikap adil bersikap positif atau menguntungkan orang lain. Adil juga dapat dartikan tingkah laku dan kekuatan jiwa yang mendorong seseorang untuk mengendalikan amarah dan syahwat dan menyalurkannya ke tujuan yang baik (al-Hufiy, 2000: 24). Dalam definisi ini dapat dipahami bahwa adil adalah kondisi batiniah seseorang yang berbentuk energi. Energi ini mendesak keluar untuk mengendalikan amarah dan kemauan-kemauan hawa nafsu sehingga perbuatan yang keluar menjadi baik. Yang mestinya orang itu menuruti hawa nafsu, karena kendali sikap perbuatannya menjadi terarah, tidak merugikan diri sendiri dan orang lain, karena sikap adil yang ditunjukan al qur'an adalah sikap yang harus dilakukan sebagai makhluk Allah, kepada orang lain juga kepada diri sendiri.


Ali Nurdin, Dkk, 2019, Pendidikan Agama Islam, Tangerang, Universitas Terbuka 
Ghazali, Abu Hamid Muhammad bin Muhammad al-. (t.th.).Ihya' 'Ulum ad Din, Al Qahirat: Maktabah al-Masyad al-Husaini
(https://kbbi.web.id/adil)

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama